PERAWATAN KLIEN DENGAN TERAPI INFUS
DI RUMAH
A.
Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah selesai mempelajari materi pembelajaran yang diuraikan pada kegiatan belajar-11
ini, Anda diharapkan akan mampu memahami perawatan klien
dengan terapi infus di rumah.
B.
Tujuan Pembelajaran
Khusus
Setelah selesai
mempelajari materi
pembelajaran ini, Anda diharapkan akan
dapat:
1.
Menjelaskan Pengertian
Terapi Intravena
2.
Menjelaskan Tujuan
Pemberian Terapi Intravena
3.
Menjelaskan Vena Tempat
Pemasangan Infus
4.
Menjelaskan Cara
Pemilihan Daerah Insersi Pemasangan Infus
5.
Menjelaskan Indikasi dan
Kontraindikasi Pemberian Terapi Intravena
6.
Menjelaskan Tipe – Tipe
Cairan Intravena
7.
Menjelaskan Komposisi
Cairan Terapi Intravena
8.
Menjelaskan Menentukan
kecepatan cairan Intravena (Infus)
9.
Menjelaskan Hal-hal yang
harus diperhatikan terhadap Tipe-tipe Infus
10.
Menjelaskan Tipe-tipe
Pemberian Terapi Intravena (Infus)
11.
Menjelaskan Komplikasi
Terapi Intravena (Infus)
C.
Pokok – Pokok Materi
Adapun pokok-pokok materi yang akan Anda pelajari pada kegiatan
belajar-11 ini adalah:
1.
Pengertian Terapi
Intravena
2.
Tujuan Pemberian Terapi
Intravena
3.
Vena Tempat Pemasangan
Infus
4.
Cara Pemilihan Daerah
Insersi Pemasangan Infus
5.
Indikasi dan
Kontraindikasi Pemberian Terapi Intravena
6.
Tipe – Tipe Cairan
Intravena
7.
Komposisi Cairan Terapi
Intravena
8.
Menentukan kecepatan
cairan Intravena (Infus)
9.
Hal-hal yang harus
diperhatikan terhadap Tipe-tipe Infus
10.
Tipe-tipe Pemberian
Terapi Intravena (Infus)
11.
Komplikasi Terapi
Intravena (Infus)
D.
Uraian Materi
Pembelajaran
1.
Pengertian Terapi
Intravena
Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui
jarum, langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit
(natrium, kalsium, kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat
(Brunner & Sudarth, 2002).
Terapi intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh,
melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh (Darmadi,2010).
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika
pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan
garam yang dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau
glukosa yang diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi (Perry &
Potter, 2006).
2.
Tujuan Pemberian Terapi
Intravena
Memberikan
atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,vitamin,
protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat
melalui oral, memperbaiki keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume
komponen-komponen darah, memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan
kedalam tubuh, memonitor tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada
saat sistem pencernaan mengalami gangguan (Perry & Potter, 2006).
3.
Vena Tempat Pemasangan
Infus
Menurut
Perry & Potter (2006) vena-vena tempat pemasangan infus: Vena Metakarpal,
vena sefalika, vena basilica, vena sefalika mediana, vena basilika mediana,
vena antebrakial mediana.
4.
Cara Pemilihan Daerah
Insersi Pemasangan Infus
Menurut
Perry&Potter (2006) banyak tempat bisa digunakan untuk terapi intravena,
tetapi kemudahan akses dan potensi bahaya berbeda di antara tempat-tempat ini.
Pertimbangan perawat dalam memilih vena adalah sebagai berikut: Usia klien
(usia dewasa biasanya menggunakan vena di lengan, sedangkan infant biasanya
menggunakan vena di kepala dan kaki), lamanya pemasangan infus (terapi jangka
panjang memerlukan pengukuran untuk memelihara vena), type larutan yang akan
diberikan, kondisi vena klien, kontraindikasi vena-vena tertentu yang tidak
boleh dipungsi, aktivitas pasien (misal bergerak, tidak bergerak, perubahan
tingkat kesadaran, gelisah), terapi IV sebelumnya (flebitis sebelumnya membuat
vena menjadi tidak baik untuk digunakan), tempat insersi/pungsi vena yang umum
digunakan adalah tangan dan lengan. Namun vena-vena superfisial di kaki dapat
digunakan jika klien dalam kondisi tidak memungkinkan dipasang di daerah
tangan. Apabila memungkinkan, semua klien sebaiknya menggunakan ekstremitas
yang tidak dominan.
5.
Indikasi dan
Kontraindikasi Pemberian Terapi Intravena
Menurut
Perry & Potter (2006) indikasi pada pemberian terapi intravena: pada
seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung
masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam
peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan
memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika
intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan
antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan
biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di rumah sakit dengan
infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih
menguntungkan dari segi kemudahan administrasi rumah sakit, biaya perawatan,
dan lamanya perawatan.
Obat
tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika
dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan
intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang
susunanpolicationskimiawi”dan yasangat“ polar, seh diserap melalui jalur
gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus
dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.
Pasien
tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan obat (ada
sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu
dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual
(di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di
otot). Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedakobat masuk ke
pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
Kadar
puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui
injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi
obat dalam darah tercapai, misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia
berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga
sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun
perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang
baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.
Menurut
Darmadi (2008) kontraindikasi pada pemberian terapi intravena: Inflamasi
(bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus. Daerah lengan
bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk
pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci
darah). Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang
aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).
6.
Tipe – Tipe Cairan
Intravena
Cairan
hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+
lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dal keluar ke jaringan sekitarnya
(prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah keosmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan
sel “mengalami”alnya pada
pasien dehidrasi, cucidarah (dialysis)
dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi)
dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan
tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps
kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa
orang.Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
Cairan
Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagiancair
dari komponen darah), sehingga terus berada di osmolaritas (tingkat kepekatan)
cairannya mendekati serum (bagiancair dari komponen darah), sehingga terus
berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami
hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit
gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat
(RL), dan normalsaline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
Cairan hipertonik:
osmolaritasnya lebih tinggi
dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dari jaringan dan
sel elektrolit ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif
dengan cairan Hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose
5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
(Perry & Potter, 2006).
Pembagian
cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:
a)
Cairan Kristaloid
: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume
expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat,
dan berguna pada
pasien yang memerlukan
cairan segera. Misalnya
Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
b)
Cairan Koloid :
ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar
dari membrane kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya
hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah
albumin dan steroid (Perry & Potter, 2006).
7.
Komposisi Cairan Terapi
Intravena
Larutan
Nacl (berisi air dan elektrolit (Na+, cl-), Larutan dextrose (berisi air atau
garam dan kalori), Ringer laktat, berisi air (Na+, K+, cl-, ca++, laktat),
Balans isotonic berisi (air, elektrolit, kalori ( Na+, K+, Mg++, cl-, HCO,
glukonat), Whole blood (darah lengkap) dan komponen darah, Plasma expanders
(berisi albumin, dextran, fraksi protein plasma 5%, hespan yang dapat
meningkatkan tekanan osmotic, menarik cairan dari intertisiall, kedalam
sirkulasi dan meningkatkan volume darah sementara), Hiperelimentasi parenteral
(berisi cairan, elektrolit, asam amino, dan kalori) (Smeltzer & Bare,
2002).
8.
Menentukan
kecepatan cairan Intravena (Infus)
Pertama
atur kecepatan tetesan pada tabung IV. Tabung makrodrip dapat meneteskan 10
atau 15 tetes per 1 ml. Tabung mikrodrip meneteskan 60 tetes per 1 ml. Jumlah
tetesan yang diperlukan untuk 1 ml disebut faktor tetes.
Atur
jumlah mililiter cairan yang akan diberikan dengan jumlah total cairan yang
akan diberikan dengan jumlah jam infus yang berlangsung. Kemudian kalikan hasil
tersebut dengan faktor tetes. Untuk menentukan berapa banyak tetesan yang akan
diberikan permenit, bagi dengan 60. Hitung jumlah tetesan permenit yang akan
diinfuskan. Jika kecepatan alirannya tidak tepat, sesuaikan dengan kecepatan
tetesan (Smeltzer & Bare, 2002).
9.
Hal-hal
yang harus diperhatikan terhadap Tipe-tipe Infus
Dextrose 5% in water (D 5 W)
digunakan untuk menggantikan air (cairan hipotonik) yang hilang,
memberikan suplai kalori, juga dapat dibarengi dengan pemberian obat-obatan
atau berfungsi untuk mempertahankan vena dalam keadaan terbuka dengan infus
tersebut. Hati-hati terhadap terjadinya intoksikasi cairan (hiponatremia,
sindroma pelepasan hormon antidiuretik yang tidak semestinya). Jangan digunakan
dalam waktu yang bersamaan dengan pemberian transfusi (darah atau komponen
darah).
Natrium Clorida (Nacl) 0,9%
digunakan untuk menggantikan garam (cairan isotonik) yang hilang,
diberikan dengan komponen darah, atau untuk pasien dalam kondisi syok
hemodinamik. Hati-hati terhadap kelebihan volume isotonik (misalnya: gagal
jantung dan gagal ginjal).
Ringer laktat digunakan untuk menggantikan cairan isotonik yang
hilang, elektrolit tertentu, dan untuk mengatasi asidosis metabolik tingkat
sedang. (Perry & Potter, 2006).
10.
Tipe-tipe
Pemberian Terapi Intravena (Infus)
Intravena (IV) push (IV bolus), adalah memberikan obat dari jarum
suntik secara langsung kedalam saluran/jalan infus.
Indikasi: pada keadaan emergency resusitasi jantung paru,
memungkinkan pemberian obat langsung kedalam intravena, Untuk mendapat respon
yang cepat terhadap pemberian obat (furosemid dan digoksin), Untuk memasukkan
dosis obat dalam jumlah besar secara terus menerus melalui infus (lidocain,
xilocain), Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kebutuhan
akan injeksi, Untuk mencegah masalah yang mungkin timbul apabila beberapa obat
yang dicampur.
Continous Infusion (infus berlanjut) dapat diberikan secara
tradisional melalui cairan yang digantung, dengan atau tanpa pengatur kecepatan
aliran. Infus melalui intravena, intra arteri, dan intra thecal (spinal) dapat
dilengkapi dengan menggunakan pompa khusus yang ditanam maupun eksternal. Hal
yang perlu dipertimbangkan yatu:
Keuntungan: mampu untuk mengimpus cairan dalam jumlah besar dan
kecil dengan akurat, adanya alarm menandakan adanya masalah seperti adanya
udara di selang infus atau adanya penyumbatan, mengurangi waktu perawatan untuk
memastikan kecepatan aliran infus. Kerugian: memerlukan selang yang khusus dan
biaya lebih mahal
Intermitten Infusion (Infus
Sementara) dapat diberikan
melalui heparin lock,“piggy bag” untuk infus yang kontiniu,
atau u perangkat infus. (Perry & Potter, 2006)
11.
Komplikasi
Terapi Intravena (Infus)
Menurut Darmadi (2010)
beberapa komplikasi yang dapat
terjadi dalam pemasangan infuse: hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan
tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat
penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, at pada pembuluh darah.
Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan
pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
Plebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang
dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar Emboli udara, yakni masuknya
udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam
cairan infus ke dalam pembuluh darah, rasa perih/sakit dan reaksi alergi.
E.
Rangkuman
Terapi intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh,
melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh
Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,vitamin,
protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat
melalui oral, memperbaiki keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume
komponen-komponen darah, memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan
kedalam tubuh, memonitor tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada
saat sistem pencernaan mengalami gangguan
vena-vena tempat pemasangan infus: Vena Metakarpal, vena sefalika,
vena basilica, vena sefalika mediana, vena basilika mediana, vena antebrakial
mediana.
banyak tempat bisa digunakan untuk terapi intravena, tetapi
kemudahan akses dan potensi bahaya berbeda di antara tempat-tempat ini.
Pertimbangan perawat dalam memilih vena adalah sebagai berikut: Usia klien
(usia dewasa biasanya menggunakan vena di lengan, sedangkan infant biasanya
menggunakan vena di kepala dan kaki), lamanya pemasangan infus (terapi jangka
panjang memerlukan pengukuran untuk memelihara vena), type larutan yang akan
diberikan, kondisi vena klien, kontraindikasi vena-vena tertentu yang tidak boleh
dipungsi, aktivitas pasien (misal bergerak, tidak bergerak, perubahan tingkat
kesadaran, gelisah), terapi IV sebelumnya (flebitis sebelumnya membuat vena
menjadi tidak baik untuk digunakan), tempat insersi/pungsi vena yang umum
digunakan adalah tangan dan lengan.
F.
Tes Formatif
a.
Langkah
– langkah
Berikut ini diberikan soal formatif, Anda diminta mengerjakan di
lembar kertas tersendiri (tidak didalam modul). Apabila semua soal tugas sudah
selesai Anda kerjakan, Anda dipersilahkan untuk melihat kunci jawaban dan
membandingkan jawaban Anda dengan jawaban yang ada dikunci jawaban.
Periksalah hasil pekerjaan Anda.kemudian hitunglah jawaban Anda
yang benar, gunakan rumus yang ada pada bagian pendahuluan. Apabila Anda
berhasil menyelesaikan (menjawab) soal formatif dengan 80% benar, maka Anda
diperkenankan untuk melanjutkan mempelajari pembelajaran yang diuraikan pada
kegiatan belajar berikutnya.
b.
Soal
Formatif
Ny. S diare sejak dua hari yang lalu dan tidak
berhenti-berhenti. Karena diare berlangsung secara terus menerus ahirnya Ny. S
sinchope. Kondisi rumah Ny. S yang berada di pedalaman dan jauh dari fasilitas
kesehatan menyebabkan keluarga klien tidak membawa klien ke tempat yankes akan
tetapi memanggil seorang perawat homecare. Saat dilakukan pengkajian,
didapatkan data bahwa turgor kulit menurun, mata cekung, mukosa bibir kering,
kehilangan cairan kurang lebih 2 liter karena diare selama 2 hari, dan pasien
tampak lemah.
1.
Sesuai dengan ilustrasi kasus diatas, permasalahan yang terjadi
pada Ny. S adalah………..
a.
Dehidrasi ringan
b.
Dehidrasi sedang
c.
Dehidrasi berat
d.
Overhidrasi
e.
Hipervolume
2.
Salah satu terapi yang bisa dilakukan pada Ny. S adalah dengan
mempertahankan keseimbangan cairan. Berdasarkan kondisi pasien diatas,
berapakah total output jika ditambahkan dengan IWL (kondisi normal 400 ml) dan
urine sebanyak 300 cc ?
a.
2.300 cc
b.
2.400 cc
c.
2.500 cc
d.
2.600 cc
e.
2.700 cc
3.
Jika total kebutuhan cairan Ny. S adalah 1000 cc dengan faktor
tetes 20, berapa tetes permenit cairan tersebut harus diberikan kepada Ny. S ?
a.
14 tpm
b.
14 tpm 12 jam pertama, dan 7 tpm 12 jam berikutnya
c.
14 tpm 8 jam pertama, dan 7 tpm 16 jam berikutnya
d.
7 tpm 12 jam pertama, dan 14 tpm 16 jam berikutnya
e.
21 tpm 8 jam pertama, dan 10 tpm 16 jam berikutnya
4.
Jika total kebutuhan cairan Ny. S adalah 1000 cc dan harus
diberikan dalam waktu 12 jam dengan faktor tetes 20, berapa tetes permenit
cairan tersebut harus diberikan kepada Ny. S ?
a.
7 tpm
b.
14 tpm
c.
21 tpm
d.
28 tpm
e.
35 tpm
5.
Jika Ny. S mendapatkan terapi cairan dengan kecepatan 21 tpm selama
12 jam, berapa jumlah cairan yang diterima oleh Ny. S ?
a.
250 cc
b.
500 cc
c.
750 cc
d.
1000 cc
e.
1250 cc
G.
Tugas Mandiri
Jelaskan apa yang harus dilakukan perawat
homecare kepada pasien dengan terapi infuse di rumah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar