PERAWATAN KLIEN DENGAN KASUS MEDIKAL BEDAH DI RUMAH
A.
Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah selesai mempelajari materi pembelajaran yang diuraikan pada kegiatan belajar-5
ini, Anda diharapkan akan mampu memahami perawatan klien dengan kasus medikal bedah di rumah.
B.
Tujuan Pembelajaran
Khusus
Setelah selesai
mempelajari materi
pembelajaran ini, Anda diharapkan akan
dapat :
1.
Menjelaskan berbagai
perawatan homecare pada kasus-kasus medical bedah
C.
Pokok – Pokok Materi
Adapun pokok-pokok materi yang akan Anda pelajari pada kegiatan
belajar-5 ini adalah:
1.
Keperawatan homecare
dengan kasus medical bedah
D.
Uraian Materi
Pembelajaran
Keperawatan medikal bedah merupakan bentuk
asuhan keperawatan pada klien dewasa yang mengalami gangguan fisiologis baik
yang sudah nyata atau terprediksi mengalami gangguan baik karena adanya
penyakit, trauma atau kecacatan. Asuhan keperawatan meliputi perlakuan terhadap
individu untuk memperoleh kenyamanan, membantu individu dalam meningkatkan dan
mempertahankan kondisi sehatnya, melakukan prevensi, deteksi dan mengatasi
kondisi berkaitan dengan penyakit, mengupayakan pemulihan sampai klien dapat
mencapai kapasitas produktif tertingginya, serta membantu klien menghadapi
kematian secara bermartabat.
Keperawatan medikal bedah menggunakan
langkah-langkah ilmiah pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi,
dengan memperhitungkan keterkaitan komponen-komponen bio-psiko-sosial klien
dalam merespon gangguan fisiologis sebagai akibat penyakit, trauma atau
kecacatan. Penerapan Pasien Safety Goal pada pasien dewasa dilakukan seperti pada
umumya. Namun pada keperawatan medikal bedah, penerapan 6 sasaran pasien safety
dalam tindak pembedahan menjadi suatu hal terpenting.
1.
Sasaran I : Ketepatan
Identifikasi Pasien
Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan
terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat
tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat
situasi lain. Pengidentifikasi pasien sangat penting ketika pemberian obat,
transfusi darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan
dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang
pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas
pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi
tidak bisa digunakan untuk identifikasi.
Dalam pengidentifikasian pasien (termasuk disini pasien dewasa) menggunakan
gelang bar-code dengan warna-warna yang menunjukkan kondisi pasien. Biru
berarti pasien laki-laki, pink berarti pasien perempuan, kuning berarti pasien
dengan resiko jatuh, merah berarti pasien dengan resiko alergi dengan obat tertentu,
dan ungu berarti pasien yang tidak boleh dilakukan resusitasi.
2.
Sasaran II : Peningkatan
Komunikasi Yang Efektif
Komunikasi efektif dilakukan untuk meningkatkan komunikasi antar pemberi
pelayanan agar tidak terjadi kesalahan dalam pentransferan informasi mengenai
pasien.
Selain itu, komunikasi efektif antara pemberi pelayanan kesehatan (salah
satunya perawat) dengan pasien (dalam hal ini pasien dewasa) sangatlah penting.
Mengingat psikologis dan cara berpikir orang dewasa yang lebih kompleks, komunikasi
efektif sangat penting untuk membangun kenyamanan, kepercayaan, dan privacy
pasien.
3.
Sasaran III : Peningkatan
Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)
Penggunaan obat yang beresiko tinggi mengalami kesalahan adalah Nama Obat
Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA. Obat-obatan
yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit
konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang
lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan
magnesium sulfat =50% atau lebih pekat).
Pada keperawatan medikal-bedah, dengan pasien dewasa atau yang memiliki
kelainan fisiologis bahkan masalah kesehatan yang kompleks, kehati-hatian dalam
pemberian obat sangatlah diperlukan. Karena kesalahan dalam pemberian obat
terhadap pasien akan mempengaruhi perubahan status kesehatannya.
4.
Sasaran IV : Kepastian
Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepatpasien Operasi
Program Keselamatan Pasien safe surgery
saves lifes sebagai bagian dari upaya WHO untuk mengurangi jumlah kematian
bedah di seluruh dunia. Tujuan dari program ini adalah untuk memanfaatkan
komitmen dan kemauan klinis untuk mengatasi isu-isu keselamatan yang penting, termasuk praktek-praktek
keselamatan anestesi yang tidak memadai, mencegah infeksi bedah dan komunikasi
yang buruk di antara anggota tim. Untuk membantu tim bedah dalam mengurangi
jumlah kejadian ini, WHO menghasilkan rancangan berupa checklist keselamatan
pasien di kamar bedah sebagai media informasi yang dapat membina komunikasi
yang lebih baik dan kerjasama antara disiplin klinis.
Di lingkungan bangsal rumah sakit, keselamatan
dijaga dengan memperhatikan tiga hal. Pertama, dengan identifikasi pasien
secara normal dan pengenaan pita identifikasi yang tidak bisa dilepas.
Informasi personal yang rinci dan tercatat pada pita tersebut harus konsisten dengan semua dokumen. Kedua kompilasi yang
cermat pada semua kartu
dan dokumen saat pasien masuk rumah
sakit, dalam masa perawatan, dan ketika pulang menjamin bahwa semua rencana
serta informasi adalah mutakhir dan keselamatan pasien tidak akan dirugikan
dengan hilangnya atau dobelnya informasi tersebut. Ketiga, pengalihan informasi
yang dilakukan dengan hati-hati antara pasien dan semua anggota tim medic serta
tim multi disiplin merupakan unsur yang esensial. Hal ini memungkinkan pasien
untuk memahami rencana asuhan keperawatannya dan juga memudahkan berlangsungnya
tindakan medis seaman mungkin.
Langkah yang dilakukan tim bedah terhadap
pasien yang akan di lakukan operasi untuk meningkatkan keselamatan pasien
selama prosedur pembedahan, mencegah terjadi kesalahan lokasi operasi, prosedur
operasi serta mengurangi komplikasi kematian akibat pembedahan sesuai dengan
sepuluh sasaran dalam safety surgery (WHO 2008). Yaitu:
a.
Tim bedah akan melakukan operasi pada pasien
dan lokasi tubuh yang benar
b.
Tim bedah akan menggunakan metode yang sudah di
kenal untuk mencegah bahaya dari pengaruh anestresia, pada saat melindungi
pasien dari rasa nyeri.
c.
Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan
bantuan hidup dari adanya bahaya kehilangan atau gangguan pernafasan.
d.
Tim bedah mengetahui dan secara efektif
mempersiapkan adanya resiko kehilangan darah.
e.
Tim bedah menghindari adanya reaksi alergi obat
dan mengetahui adanya resiko alergi obat pada pasien.
f.
Tim bedah secara konsisten menggunakan metode
yang sudah dikenal untuk meminimalkan adanya resiko infeksi pada lokasi
operasi.
g.
Tim bedah mencegah terjadinya tertinggalnya
sisa kasa dan instrument pada luka pembedahan.
h.
Tim bedah akan mengidentifikasi secara aman dan
akurat, specimen (contoh bahan) pembedahan.
i.
Tim bedah akan berkomunikasi secara efektif dan
bertukar informasi tentang hal-hal penting mengenai pasien untuk melaksanakan
pembedahan yang aman.
j.
Rumah sakit dan system kesehatan masyarakat
akan menetapkan pengawasan yang rutin dari kapasitas , jumlah dan hasil
pembedahan.
Surgery safety ceklist WHO merupakan
penjabaran dari sepuluh hal penting tersebut yang diterjemahkan dalam bentuk
formulir yang diisi dengan melakukan ceklist. Surgery Safety
Checklist di kamar bedah digunakan melalui 3 tahap, masing-masing sesuai dengan alur waktu yaitu sebelum induksi anestesi (Sign In), sebelum
insisi kulit (Time Out) dan sebelum mengeluarkan pasien dari ruang
operasi (Sign Out) (WHO 2008) diawali dengan briefing dan
diakhiri dengan debriefing menurut (Nhs,uk 2010).
Implementasi Surgery
Safety Checklist memerlukan seorang koordinator untuk bertanggung jawab
untuk memeriksa checklist. Koordinator biasanya seorang perawat atau
dokter atau profesional kesehatan lainnya yang terlibat dalam operasi. Pada
setiap fase, koordinator checklist harus diizinkan untuk mengkonfirmasi
bahwa tim telah menyelesaikan tugasnya sebelum melakukan kegiatan lebih lanjut. Koordinator memastikan
setiap tahapan tidak ada yang terlewati, bila ada yang terlewati , maka akan
meminta operasi berhenti sejenak dan melaksanakan tahapan yang terlewati.
a.
Sign in
Langkah pertama yang
dilakukan segera setelah pasien tiba di ruang serah terima sebelum dilakukan
induksi anestesi. Tindakan yang dilakukan adalah memastikan identitas,
lokasi/area operasi, prosedur operasi, serta persetujuan operasi. Pasien atau
keluarga diminta secara lisan untuk menyebutkan nama lengkap, tanggal lahir dan
tindakan yang akan dilakukan. Penandaan lokasi operasi harus oleh ahli bedah yang akan
melakukan operasi. Pemeriksaan keamanan anestesi oleh ahli anestesi dan harus
memastikan kondisi pernafasan, resiko perdarahan, antisipasi adanya komplikasi,
dan riwayat alergi pasien. Memastikan peralatan anestesi berfungsi dengan baik,
ketersedian alat, dan obat-obatan.
b.
Time out
Merupakan langkah kedua yang dilakukan pada saat pasien sudah berada di ruang operasi,
sesudah induksi anestesi dilakukan dan sebelum ahli bedah melakukan sayatan
kulit. Untuk kasus pada satu pasien terdapat beberapa tindakan dengan
beberapa ahli bedah timeout dilakukan tiap kali pergantian operator.
Tujuan dilakukan timeout adalah untuk mencegah terjadinya kesalahan
pasien , lokasi dan prosedur pembedahan dan meningkatkan kerjasama diantara
anggota tim bedah, komunikasi diantara tim bedah dan meningkatkan keselamatan
pasien selama pembedahan. Seluruh tim bedah memperkenalkan diri dengan menyebut
nama dan peran masing-masing. Menegaskan lokasi dan prosedur pembedahan, dan
mengantisipasi risiko. Ahli bedah menjelaskan kemungkinan kesulitan yang akan
di hadapi ahli anestesi menjelaskan hal khusus yang perlu diperhatikan. Tim
perawat menjelaskan ketersedian dan kesterilan alat. Memastikan profilaksis
antibiotik sudah diberikan. Memastikan apakah hasil radiologi yang ada dan di
perlukan sudah di tampilkan dan sudah diverifikasi oleh 2 orang.
c.
Sign Out
Merupakan tahap akhir
yang dilakukan saat penutupan luka operasi atau sesegera mungkin setelah
penutupan luka sebelum pasien dikeluarkan dari kamar operasi. Koordinator
memastikan prosedur sesuai rencana, kesesuaian jumlah alat, kasa, jarum,
dan memastikan pemberian etiket dengan benar pada bahan-bahan yang akan
dilakukan pemeriksaan patologi.
5.
Sasaran V : Pengurangan
Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan
pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien
maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam
semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada
aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali
dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun
infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat.
Dihubungkan dengan lingkup keperawatan medikal-bedah, pengurangan resiko
infeksi nasokomial (cuci tangan, sarung tangan, hand scoon, masker, google,
dll) sangatlah penting pada penyakit-penyakit yang umum diderita pada pasien
dewasa, seperti TBC, kanker, pneumonia, HIV/AIDS, trauma/ luka terbuka
kecelakaan, dll. Selain itu, salah penurunan resiko terjadinya infeksi, salah
satunya mencuci tangan termasuk prosedur utama dan penting sebelum melakukan
tindakan invasif, tindakan yang berhubungan dengan cairan tubuh pasien,
tindakan operasi, dll.
6.
Sasaran VI : Pengurangan
Risiko Pasien Jatuh
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat
inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien
jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh.
Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi
alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan
oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan rumah sakit. Pada gelang
identitas (bar-code), pasien resiko tinggi jatuh akan diberi warna
kuning.
E. Rangkuman
Keperawatan medikal bedah merupakan bentuk
asuhan keperawatan pada klien dewasa yang mengalami gangguan fisiologis baik
yang sudah nyata atau terprediksi mengalami gangguan baik karena adanya
penyakit, trauma atau kecacatan. Asuhan keperawatan meliputi perlakuan terhadap
individu untuk memperoleh kenyamanan, membantu individu dalam meningkatkan dan
mempertahankan kondisi sehatnya, melakukan prevensi, deteksi dan mengatasi
kondisi berkaitan dengan penyakit, mengupayakan pemulihan sampai klien dapat
mencapai kapasitas produktif tertingginya, serta membantu klien menghadapi
kematian secara bermartabat. Keperawatan medikal bedah menggunakan
langkah-langkah ilmiah pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi,
dengan memperhitungkan keterkaitan komponen-komponen bio-psiko-sosial klien
dalam merespon gangguan fisiologis sebagai akibat penyakit, trauma atau
kecacatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar