HAMBATAN DAN TANTANGAN PRAKTIK KEPERAWATAN DI RUMAH
DI INDONESIA
A.
Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah selesai mempelajari materi pembelajaran yang diuraikan pada kegiatan belajar-11
ini, Anda diharapkan akan mampu memahami hambatan dan tantangan praktik keperawatan di
rumah di indonesia.
B.
Tujuan Pembelajaran
Khusus
Setelah selesai
mempelajari materi
pembelajaran ini, Anda diharapkan akan
dapat :
1.
Menjelaskan Tantangan Dalam Praktek Keperawatan
Profesional
2.
Menjelaskan Tantangan Pendidikan Dalam
Keperawtan Profesional
3.
Menjelaskan Pro Dan Kontra Mengenai Home Care Di Indonesia
C.
Pokok – Pokok Materi
Adapun pokok-pokok materi yang akan Anda pelajari pada kegiatan
belajar-11 ini adalah:
1.
Tantangan Dalam Praktek Keperawatan Profesional
2.
Tantangan Pendidikan Dalam Keperawtan
Profesional
3.
Pro Dan
Kontra Mengenai Home Care Di Indonesia
D.
Uraian Materi
Pembelajaran
1.
Tantangan
Dalam Praktek Keperawatan Profesional
Adapun klasifikasi dari tantangan profesi
keperawatan meliputi :
a.
Terjadi pergeseran pola masyarakat Indonesia
1)
Pergeseran pola masyarakat agrikultural ke
masyarakat industri dan masyarakat tradisional berkembang menjadi masyarakat
maju.
2)
Pergeseran pola kesehatan yaitu adanya penyakit
dengan kemiskinan seperti infeksi, penyakit yang disebabkan oleh kurang gizi
dan pemukiman yang tidak sehat, adanya penyakit atau kelainan kesehatan akibat
pola hidup modern.
3)
Adanya angka kematian bayi dan angka kematian
ibu sebagai indikator derajat kesehatan.
4)
Pergerakan umur harapan hidup juga
mengakibatkan masalah kesehatan yang terkait dengan masyarakat lanjut usia
seperti penyakit generatif.
5)
Masalah kesehatan yang berhubungan dengan urbanisasi,
pencemaran kesehatan lingkungan dan kecelakaan kerja cenderung meningkat
sejalan dengan pembangunan industry.
6)
Adanya pegeseran nilai-nilai keluarga
mempegaruhi berkembangnya kecenderungan keluarga terhadap anggotanya menjadi
berkurang.
7)
Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih
tinggi dan penghasilan yang lebih besar membuat masyarakat lebih kritis dan
mampu membayanr pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat
dipertanggungjawabkan.
b.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Perkembangan IPTEK menuntut kemampuan
spesifikasi dan penelitian bukan saja dapat memanfaatkan IPTEK, tetapi juga
untuk menapis dan memastikan IPTEK sesuai dengan kebutuhan dan social budaya
masyarakat Indonesia yang akan diadopsi. IPTEK juga berdampak pada biaya
kesehatan yang makin tinggi dan pilihan tindakan penanggulangan masalah
kesehatan yang makin banyak dan kompleks selain itu dapat menurunkan jumlah
hari rawat (Hamid, 1997; Jerningan,1998). Penurunan jumlah hari rawat
mempengaruhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang lebih berfokus kepada kualitas
bukan hanya kuantitas, serta meningkatkankebutuhan untuk pelayanan / asuhan
keperawatan di rumah dengan mengikutsetakan klien dan keluarganya. Perkembangan
IPTEK harus diikuti dengan upaya perlindungan terhadap untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang aman, hak untuk diberitahu, hak untuk memilih tindakan
yang dilakukan dan hak untuk didengarkan pendapatnya. Oleh karena itu, pengguna
jasa pelayanan kesehatan perlu memberikan persetujuan secara tertulis sebelum
dilakukan tindakan (informed consent)
c.
Globalisasi dalam pelayanan kesehatan
Globalisasi yang akan berpengaruh terhadp
perkembangan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan ada 2 yaitu ;
1)
Tersedianya alternatif pelayanan
2)
Persaingan penyelenggaraan pelayanan untuk menarik
minat pemakai jasa pemakai kualitas untuk memberikan jasa pelayanan kesehatan
yang terbaik.
Untuk hal ini berarti tenaga kesehatan,
khususnya tenaga keperawatan diharapkan untuk dapat memenuhi standar global
dalam memberikan pelayanan / asuhan keperawatan. Dengan demikian diperlukan
perawat yang mempunyai kemampuan professional dengan standar internasional
dalam aspekintelektual,interpersonal dan teknikal, bahkan peka terhadap
perbedaan social budaya dan mempunyai pengetahuan transtrutural yang luas serta
mampu memanfaatkan alih IPTEK.
d.
Tuntutan profesi keperawatan
Keyakinan bahwa keperawatan merpakan profesi
harus disertai dengan realisasi pemenuhan karakteristik keperawatan sebagai
profesi yang disebut dengan professional (Kelly & Joel,1995). Karakteristik
profesi yaitu ;
1)
Memiliki dan memperkaya tubuh pengetahuan
melalui penelitian
2)
Memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang
unik kepada orang lain
3)
Pendidikan yang memenuhi standar
4)
Terdapat pengendalian terhadap praktek
5)
Bertanggug jawab & bertanggung gugat
terhadap tindakan yang dilakukan
6)
Merupakan karir seumur hidup
7)
Mempunyai fungsi mandiri dan kolaborasi.
Praktek keperawatan sebagai tindakan
keperawatan professional masyarakat penggunaan pengetahuan teoritik yang mantap
dan kokoh dari berbagai ilmu keperawatan sebagai landasan untuk melakukan
pengkajian, menegakkan diagnostik, menyusun perencanaan, melaksanakan asuhan
keperawatan dan mengevaluasi hasil tindakan keperawatan serta mengadakan
penyesuaian rencana keperawatan untuk menentukan tindakan selanjutnya. Selain
memiliki kemampuan intelektual, interpersonal dan teknikal, perawat juga harus
mempunyai otonomi yang berarti mandiri dan bersedia menanggung resiko,
bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukannya,
termasuk dalam melakukan dan mengatur dirinya sendiri.
2.
Tantangan Profesi Keperawatan
Tantangan profesi perawat di Indonesia di abad
21 ini semakin meningkat. Seiring tuntutan menjadikan profesi perawat yang di
hargai profesi lain. Profesi keperawatan dihadapkan pada banyak tantangan.
Tantangan ini tidak hanya dari eksternal tapi juga dari internal profesi ini
sendiri. Pembenahan internal yang meliputi empat dimensi dominan yaitu;
keperawatan, pelayanan keperawatan, asuhan keperawatan dan praktik keperawatan.
Belum lagi tantangan eksternal berupa tuntutan akan adanya registrasi, lisensi,
sertifikasi, kompetensi dan perubahan pola penyakit, peningkatan kesadaran
masyarakat akan hak dan kewajiban, perubahan system pendidikan nasional, serta
perubahan-perubahan pada supra system dan pranata lain yang terkait.
Untuk menjawab tantangan-tantangan itu
dibutuhkan komitmen dari semua pihak yang terkait dengan profesi ini,
organisasi profesi, lembaga pendidikan keperawatan juga tidak kalah pentingnya
peran serta pemerintah. Organisasi profesi dalam menentukan standarisasi
kompetensi dan melakukan pembinaan, lembaga pendidikan dalam melahirkan
perawat-perawat yang memiliki kualitas yang diharapkan serta pemerintah sebagai
fasilitator dan memiliki peran-peran strategis lainnya dalam mewujudkan
perubahan ini. Profesi memiliki beberapa karakteristik utama sebagai berikut;
a.
Suatu profesi memerlukan pendidikan lanjut dari
anggotanya, demikian juga landasan dasarnya.
b.
Suatu profesi memiliki kerangka pengetahuan
teoritis yang mengarah pada keterampilan, kemampuan, pada orma-norma tertentu.
c.
Suatu profesi memberikan pelayanan tertentu.
d.
Anggota dari suatu profesi memiliki otonomi
untuk membuat keputusan dan melakukan tindakan.
e.
Profesi sebagai satu kesatuan memiliki kode
etik untuk melakukan praktik keperawatan.
Perawat mempunyai tantangan yang sangat banyak
salah satunya yaitu menjalakan tanggung jawab dan tanggung gugat yang besar.
Tantangan dalam profesi keperawatan salah satunya yaitu mempunyai tanggung
jawab yang tinggi, tanggung jawab tersebut tidak hanya kepada kliennya saja
tetapi tanggung jawab yang diutamakan yaitu tanggung jawab terhadap Tuhannya
(Responsibility to God), tanggung jawab tehadap klien dan masyarakat
(Responsibility to Client and Society), dan tanggung jawab terhadap rekan
sejawat dan atasan (Responsibility to Colleague and Supervisor).
Tanggung jawab secara umum, yaitu;
a.
Menghargai martabat setiap pasien dan
keluargannya.
b.
Menghargai hak pasien untuk menolak pengobatan,
prosedur atau obat-obatan tertentu dan melaporkan penolakan tersebut kepada
dokter dan orang-orang yang tepat di tempat tersebut.
c.
Menghargai setiap hak pasien dan keluarganya
dalam hal kerahasiaan informasi.
d.
Apabila didelegasikan oleh dokter menjawab
pertanyaan-pertanyaan pasien dan memberi informasi yang biasanya diberikan oleh
dokter.
e.
Mendengarkan pasien secara seksama dan
melaporkan hal-hal penting kepada orang yang tepat.
Dan tanggung gugat yang menjadi salah satu
tantangan dalam profesi keperawatan didasarkan peraturan perundang-undangan
yang ada. Tanggung gugat bertujua untuk : (1). Mengevaluasi praktisi-praktisi
professional baru dan mengkaji ulang praktisi-praktisi yang sudaj ada, (2).
Mempertahankan standart perawatan kesehatan, (3). Memberikan fasilitas refleksi
professional, pemikiran etis dan pertumbuhan pribadi sebagai bagian dari
professional perawatan kesehatan, (4). Memberi dasar untuk membuat keputusan
etis.
Tanggung gugat pada setiap tahap proses
keperawatan, meliputi:
a.
Tahap Pengkajian
1)
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses
keperawatan yang mempunyai tujuan mengumpulkan data.
2)
Perawat bertanggung gugat untuk pengumpulan
data atau informasi, mendorong partisipasi pasien dan penentuan keabsahan data
yang dikumpulkan.
3)
Pada saat mengkaji perawat bertanggung gugat
untuk kesenjangan-kesenjangan dalam data yang bertentangan data yang tidak atau
kurang tepat atau data yang meragukan.
b.
Tahap Diagnosa Keperawatan
1)
Diagnosa merupakan keputusan professional
perawat menganalisa data dan merumuskan respon pasien terhadap masalah
kesehatan baik actual atau potensial.
2)
Perawat bertanggung gugat untuk keputusan yang
dibuat tentang masalah-masalah kesehatan pasien seperti pernyataan diagnostic
(masalah kesehatan yang timbul pada pasien apakan diakui oleh pasien atau hanya
perawat)
3)
Apakah perawat mempertimbangkan nilai-nilai,
keyakinan dan kebiasaan atau kebudayaan pasien pada waktu menentukan
masalah-masalah kesehatan
c.
Tahap Perencanaan
1)
Perencanaan merupakan pedoman perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan, terdiri dari prioritas masalah, tujuan serta
rencana kegiatan keperawatan.
2)
Tanggung gugat yang tercakup pada tahap
perencanaan meliputi: penentuan prioritas, penetapan tujuan dan perencanaan
kegiatan-kegiatan keperawatan.
3)
Langkah ini semua disatukan ke dalam rencana
keperawatan tertulis yang tersedia bagi semua perawat yang terlibat dalam
asuhan keperawatan pasien.
4)
Pada tahap ini perawat juga bertanggung gugat
untuk menjamin bahwa prioritas pasien juga dipertimbangkan dalam menetapkan
prioritas asuhan.
d.
Tahap Implementasi
1)
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan
dari rencana asuhan keperawatan dalam bentuk tindakan-tindakan keperawatan.
2)
Perawat bertanggung gugat untuk semua tindakan
yang dilakukannya dalam memberikan asuhan keperawatan.
3)
Tindakan-tindakan tersebut dapat dilakukan
secara langsung atau dengan bekerja sama dengan orang lain atau dapat pula
didelegasikan kepada orang lain.
4)
Kegiatan keperawatan harus dicatat setelah
dilaksanakan, oleh sebab itu dibuat catatan tertulis.
e.
Tahap Evaluasi
1)
Evaluasi merupakan tahap penilaian terhadap
hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan, termasuk juga menilai semua
tahap proses keperawatan.
2)
Perawat bertanggung gugat untuk keberhasilan
atau kegagalan tindakan keperawatan.
3)
Perawat harus dapat menjelaskan mengapa tujuan
pasien tidak tercapai dan tahap mana dari proses keperawatan yang perlu dirubah
dan mengapa hal itu terjadi.
4)
Setiap tantangan yang meliputi tanggung jawab
dan tanggung gugat mempunyai bagian masing-masing. Dapat disimpulkan bahwa
menghadapi tantangan yang sangat berat tersebut, diperlukan perawat dengan
sikap yang selalu dilandasi oleh kaidah etik profesi. Upaya yang paling
strategik untuk dapat menghasilkan perawat pofesional melalui pendidikan
keperawatan profesional.
Adapun keperawatan sebagai suatu profesi
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Memberi pelayanan atau asuhan dan melakukan
penelitian sesuai dengan kaidah ilmu dan ketrampilan serta kode etik
keperawatan.
b.
Telah lulus dari pendidikan pada Jenjang
Perguruan Tinggi (JPT) sehingga diharapkan mampu untuk :
1)
Bersikap professional,
2)
Mempunyai pengetahuan dan ketrampilan
professional
3)
Memberi pelayanan asuhan keperawatan
professional, dan
4)
Menggunakan etika keperawatan dalam memberi
pelayanan.
c.
Mengelola ruang lingkup keperawatan berikut
sesuai dengan kaidah suatu profesi dalam bidang kesehatan, yaitu:
1)
Sistem pelayanan atau asuhan keperawatan
2)
Pendidikan atau pelatihan keperawatan yang
berjenjang dan berlanjut
3)
perumusan standar keperawatan (asuhan
keperawatan, pendidikan keperawatan registrasi atau legislasi), dan
4)
Melakukan riset keperawatan oleh perawat
pelaksana secara terencana dan terarah sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3.
Tantangan
Pendidikan Dalam Keperawtan Profesional
a.
Kondisi Sistem Pendidikan Keperawatan di
Indonesia
Pengakuan body of knowledge keperawatan di
Indonesia dimulai sejak tahun 1985, yakni ketika program studi ilmu keperawatan
untuk pertama kali dibuka di Fakultas Kedokteran UI. Dengan telah diakuinya
body of knowledge tersebut maka pada saat ini pekerjaan profesi keperawatan
tidak lagi dianggap sebagai suatu okupasi, melainkan suatu profesi yang
kedudukannya sejajar dengan profesi lain di Indonesia. Tahun 1984 dikembangkan
kurikulum untuk mempersiapkan perawat menjadi pekerja profesional, pengajar,
manajer, dan peneliti. Kurikulum ini diimplementasikan tahun 1985 sebagai
Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tahun 1995 program studi itu mandiri sebagai Fakultas Ilmu Keperawatan,
lulusannya disebut ners atau perawat profesional. Program Pascasarjana
Keperawatan dimulai tahun 1999. Kini sudah ada Program Magister Keperawatan dan
Program Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, Komunitas, Maternitas, Anak Dan
Jiwa.
Sejak tahun 2000 terjadi euphoria Pendirian
Institusi Keperawatan baik itu tingkat Diploma III (akademi keperawatan) maupun
Strata I. Pertumbuhan institusi keperawatan di Indonesia menjadi tidak
terkendali. Seperti jamur di musim kemarau. Artinya di masa sulitnya lapangan
kerja, proses produksi tenaga perawat justru meningkat pesat. Parahnya lagi,
fakta dilapangan menunjukkan penyelenggara pendidikan tinggi keperawatan
berasal dari pelaku bisnis murni dan dari profesi non keperawatan, sehingga
pemahaman tentang hakikat profesi keperawatan dan arah pengembangan perguruan
tinggi keperawatan kurang dipahami. Belum lagi sarana prasarana cenderung untuk
dipaksakan, kalaupun ada sangat terbatas (Yusuf, 2006). Saat ini di Indonesia
berdiri 32 buah Politeknik kesehatan dan 598 Akademi Perawat yang berstatus
milik daerah,ABRI dan swasta (DAS) yang telah menghasilkan lulusan sekitar
20.000 – 23.000 lulusan tenaga keperawatan setiap tahunnya. Apabila
dibandingkan dengan jumlah kebutuhan untuk menunjang Indonesia sehat 2010
sebanyak 6.130 orang setiap tahun, maka akan terjadi surplus tenaga perawat
sekitar 16.670 setiap tahunnya. (Sugiharto, 2005).
Salah satu tantangan terberat adalah
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga keperawatan yang walaupun
secara kuantitas merupakan jumlah tenaga kesehatan terbanyak dan terlama kontak
dengan pasien, namun secara kualitas masih jauh dari harapan masyarakat.
Indikator makronya adalah rata-rata tingkat pendidikan formal perawat yang
bekerja di unit pelayanan kesehatan (rumah sakit/puskesmas) hanyalah tamatan
SPK (sederajat SMA/SMU). Berangkat dari kondisi tersebut, maka dalam kurun
waktu 1990-2000 dengan bantuan dana dari World Bank, melalui program “health
project” (HP V) dibukalah kelas khusus D III keperawatan hampir di setiap
kabupaten. Selain itu bank dunia juga memberikan bantuan untu peningkatan
kualitas guru dan dosen melalui program “GUDOSEN”. Program tersebut merupakan
suatu percepatan untuk meng-upgrade tingkat pendidikan perawat dari rata-rata
hanya berlatar belakang pendidikan SPK menjadi Diploma III (Institusi
keperawatan). Tujuan lain dari program ini diharapkan bisa memperkecil gap
antara perawat dan dokter sehingga perawat tidak lagi menjadi perpanjangan
tangan dokter (Prolonged physicians arms) tapi sudah bisa menjadi mitra kerja
dalam pemberian pelayanan kesehatan(Yusuf, 2006).
Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
sisitem pendidikan keperawatan di Indonesia adalah UU no. 2 tahun 1989 tentang
pendidikan nasional, Peraturan pemerintah no. 60 tahun 1999 tentang pendidikan
tinggi dan keputusan Mendiknas no. 0686 tahun 1991 tentang Pedoman Pendirian
Pendidikan Tinggi (Munadi, 2006). Pengembangan sistem pendidikan tinggi
keperawatan yang bemutu merupakan cara untuk menghasilkan tenaga keperawatan
yang profesional dan memenuhi standar global. Hal-hal lain yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan mutu lulusan pendidikan keperawatan menurut Yusuf (2006) dan
Muhammad (2005) adalah :
1)
Standarisasi jenjang, kualitas/mutu, kurikulum
dari institusi pada pendidikan.
2)
Merubah bahasa pengantar dalam pendidikan
keperawatan dengan menggunakan bahasa inggris. Semua Dosen dan staf pengajar di
institusi pendidikan keperawatan harus mampu berbahasa inggris secara aktif
3)
Menutup institusi keperawatan yang tidak
berkualitas
4)
institusi harus dipimpin oleh seorang dengan
latar belakang pendidikan keperawatan
5)
Pengelola insttusi hendaknya memberikan warna
tersendiri dalam institusi dalam bentuk muatan lokal,misalnya emergency
Nursing, pediatric nursing, coronary nursing.
6)
Standarisasi kurikulum dan evaluasi bertahan
terhadap staf pengajar di insitusi pendidikan keperawatan
7)
Departemen Pendidikan, Departemen Kesehatan,
dan Organisasi profesi serta sector lain yang terlibat mulai dari proses
perizinan juga memiliki tanggung jawab moril untuk melakukan pembinaan.
4.
Pro
Dan Kontra Mengenai Home Care Di Indonesia
Di awal perjalanannya home care nursing sesungguhnya
merupakan bentuk pelayanan yang sangat sederhana, yaitu kunjungan perawat
kepada pasien tua atau lemah yang tidak mampu berjalan menuju rumah sakit atau
yang tidak memiliki biaya untuk membayar dokter di rumah sakit atau yang tidak
memiliki akses kepada pelayanan kesehatan karena strata sosial yang
dimilikinya. Pelaksanaannya juga merupakan inisiatif pemuka agama yang care
terhadap merebaknya kasus gangguan kesehatan. Perawat yang melakukannya dikenal
dengan istilah perawat kunjung (visiting nurse). Bentuk intervensi yang
diberikan berupa kuratif dan rehabilitatif.
Pada saat klien dan keluarga memutuskan untuk menggunakan
sistem pelayanan keperawatan dirumah (home care nursing), maka klien dan
keluarga berharap mendapatkan sesuatu yang tidak didapatkannya dari pelayanan
keperawatan dirumah sakit adapun klien dan keluarga memutuskan untuk tidak
menggunakan sistem ini, mungkin saja ada pertimbangan-pertimbangan yang
menjadikan home care bukan pilihan yang tepat. Dibawah ini terdapat tentang pro
dan kontra home care di Indonesia.
Pro home care berpendapat : home care memberikan perasaan
aman karena berada dilingkungan yang dikenal oleh klien dan keluarga, sedangkan
bila di rumah sakit klien akan merasa asing dan perlu adaptasi. home care
merupakan satu cara dimana perawatan 24 jam dapat diberikan secara focus pada
satu klien, sedangkan dirumah sakit perawatan terbagi pada beberapa pasien.
home care memberi keyakinan akan mutu pelayanan keperawatan bagi klien, dimana
pelayanan keperawatan dapat diberikan secara komprehensif
(biopsikososiospiritual). home care menjaga privacy klien dan keluarga, dimana
semua tindakan yang berikan hanya keluarga dan tim kesehatan yang tahu. home
care memberikan pelayanan keperawatan dengan biaya relatif lebih rendah
daripada biaya pelayanan kesehatan dirumah sakit. home care memberikan
kemudahan kepada keluarga dan care giver dalam memonitor kebiasaan klien seperti
makan, minum, dan pola tidur dimana berguna memahami perubahan pola dan
perawatan klien. home care memberikan perasaan tenang dalam pikiran, dimana
keluarga dapat sambil melakukan kegiatan lain dengan tidak meninggalkan klien.
home care memberikan pelayanan yang lebih efisien dibandingkan dengan pelayanan
dirumah sakit, dimana pasien dengan komplikasi dapat diberikan pelayanan
sekaligus dalam home care. pelayanan home care lebih memastikan keberhasilan
pendidikan kesehatan yang diberikan, perawat dapat memberi penguatan atau
perbaikan dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan keluarga.
Kontra home care berpendapat : home care tidak termanaged
dengan baik, contohnya jika menggunakan agency yang belum ada hubungannya
dengan tim kesehatan lain seperti : dokter spesialis. Petugas laboratorium.
Petugas ahli gizi. Petugas fisioterafi. Psikolog dan lain-lain. home care
membutuhkan dana yang tidak sedikit jika dibandingkan dengan menggunakan tenaga
kesehatan secara individu. klien home care membutuhkan waktu yang relatif lebih
banyak untuk mencapai unit-unit yang terdapat dirumah sakit, misalnya : Unit
diagnostik rontgen Unit diagnostik CT scan. Unit diagnostik MRI. Laboratorium
dan lain-lain. pelayanan home care tidak dapat diberikan pada klien dengan
tingkat ketergantungan total, misalnya: klien dengan koma. tingkat keterlibatan
anggota keluarga rendah dalam kegiatan perawatan, dimana keluarga merasa bahwa
semua kebutuhan klien sudah dapat terlayani dengan adanya home care. pelayanan
home care memiliki keterbatasan fasilitas emergency, misalnya : fasilitas
resusitasi fasilitas defibrilator jika tidak berhasil, pelayanan home care
berdampak tingginya tingkat ketergantungan klien dan keluarga pada perawat Pro
Dan Kontra Home Care Di Indonesia.
Pro berpendapat : 1. home care memberikan perasaan aman. 2.
home care memberikan pelayanan focus. 3. home care memberikan keyakinan akan
mutu pelayanan. 4. menjaga privasi klien dan keluarga. 5. home care lebih
hemat. 6. memberikan kemudahan dalam memonitor. 7. home care memberikan rasa
tenang kepada keluarga. 8. home care lebih efisien. 9. lebih berhasil dalam
pendidikan kesehatan.
Kontra berpendapat : 1. home care tidak termanaged dengan
baik. 2. home care lebih mahal. 3. membutuhkan waktu lebih banyak untuk
mencapai unit penunjang yang ada dirumah sakit. 4. tidak bisa pada klien dengan
ketergantungan total. 5. tingkat keterlibatan keluarga rendah. 6. memiliki
keterbatasan fasilitas. 7. tingkat ketergantungan tinggi.
E.
Rangkuman
Salah satu tantangan terberat adalah peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga keperawatan yang walaupun secara kuantitas merupakan
jumlah tenaga kesehatan terbanyak dan terlama kontak dengan pasien, namun
secara kualitas masih jauh dari harapan masyarakat. Di awal perjalanannya home
care nursing sesungguhnya merupakan bentuk pelayanan yang sangat sederhana,
yaitu kunjungan perawat kepada pasien tua atau lemah yang tidak mampu berjalan
menuju rumah sakit atau yang tidak memiliki biaya untuk membayar dokter di
rumah sakit atau yang tidak memiliki akses kepada pelayanan kesehatan karena
strata sosial yang dimilikinya. Pelaksanaannya juga merupakan inisiatif pemuka
agama yang care terhadap merebaknya kasus gangguan kesehatan. Perawat yang
melakukannya dikenal dengan istilah perawat kunjung (visiting nurse). Bentuk
intervensi yang diberikan berupa kuratif dan rehabilitatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar