Kamis, 07 Januari 2016

HAMBATAN DAN TANTANGAN PRAKTIK KEPERAWATAN DI RUMAH DI INDONESIA



HAMBATAN DAN TANTANGAN PRAKTIK KEPERAWATAN DI RUMAH
DI INDONESIA

A.      Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah selesai mempelajari materi pembelajaran yang diuraikan pada kegiatan belajar-11 ini, Anda  diharapkan akan mampu memahami hambatan dan tantangan praktik keperawatan di rumah di indonesia.

B.       Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah selesai mempelajari materi pembelajaran ini, Anda  diharapkan akan dapat :
1.         Menjelaskan Tantangan Dalam Praktek Keperawatan Profesional
2.         Menjelaskan Tantangan Pendidikan Dalam Keperawtan Profesional
3.         Menjelaskan Pro Dan Kontra Mengenai Home Care Di Indonesia

C.      Pokok – Pokok Materi
Adapun pokok-pokok materi yang akan Anda pelajari pada kegiatan belajar-11 ini adalah:
1.         Tantangan Dalam Praktek Keperawatan Profesional
2.         Tantangan Pendidikan Dalam Keperawtan Profesional
3.         Pro Dan Kontra Mengenai Home Care Di Indonesia

D.      Uraian Materi Pembelajaran
1.         Tantangan Dalam Praktek Keperawatan Profesional
Adapun klasifikasi dari tantangan profesi keperawatan meliputi :
a.         Terjadi pergeseran pola masyarakat Indonesia
1)        Pergeseran pola masyarakat agrikultural ke masyarakat industri dan masyarakat tradisional berkembang menjadi masyarakat maju.
2)        Pergeseran pola kesehatan yaitu adanya penyakit dengan kemiskinan seperti infeksi, penyakit yang disebabkan oleh kurang gizi dan pemukiman yang tidak sehat, adanya penyakit atau kelainan kesehatan akibat pola hidup modern.
3)        Adanya angka kematian bayi dan angka kematian ibu sebagai indikator derajat kesehatan.
4)        Pergerakan umur harapan hidup juga mengakibatkan masalah kesehatan yang terkait dengan masyarakat lanjut usia seperti penyakit generatif.
5)        Masalah kesehatan yang berhubungan dengan urbanisasi, pencemaran kesehatan lingkungan dan kecelakaan kerja cenderung meningkat sejalan dengan pembangunan industry.
6)        Adanya pegeseran nilai-nilai keluarga mempegaruhi berkembangnya kecenderungan keluarga terhadap anggotanya menjadi berkurang.
7)        Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan penghasilan yang lebih besar membuat masyarakat lebih kritis dan mampu membayanr pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.
b.        Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Perkembangan IPTEK menuntut kemampuan spesifikasi dan penelitian bukan saja dapat memanfaatkan IPTEK, tetapi juga untuk menapis dan memastikan IPTEK sesuai dengan kebutuhan dan social budaya masyarakat Indonesia yang akan diadopsi. IPTEK juga berdampak pada biaya kesehatan yang makin tinggi dan pilihan tindakan penanggulangan masalah kesehatan yang makin banyak dan kompleks selain itu dapat menurunkan jumlah hari rawat (Hamid, 1997; Jerningan,1998). Penurunan jumlah hari rawat mempengaruhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang lebih berfokus kepada kualitas bukan hanya kuantitas, serta meningkatkankebutuhan untuk pelayanan / asuhan keperawatan di rumah dengan mengikutsetakan klien dan keluarganya. Perkembangan IPTEK harus diikuti dengan upaya perlindungan terhadap untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, hak untuk diberitahu, hak untuk memilih tindakan yang dilakukan dan hak untuk didengarkan pendapatnya. Oleh karena itu, pengguna jasa pelayanan kesehatan perlu memberikan persetujuan secara tertulis sebelum dilakukan tindakan (informed consent)
c.         Globalisasi dalam pelayanan kesehatan
Globalisasi yang akan berpengaruh terhadp perkembangan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan ada 2 yaitu ;
1)        Tersedianya alternatif pelayanan
2)        Persaingan penyelenggaraan pelayanan untuk menarik minat pemakai jasa pemakai kualitas untuk memberikan jasa pelayanan kesehatan yang terbaik.
Untuk hal ini berarti tenaga kesehatan, khususnya tenaga keperawatan diharapkan untuk dapat memenuhi standar global dalam memberikan pelayanan / asuhan keperawatan. Dengan demikian diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan professional dengan standar internasional dalam aspekintelektual,interpersonal dan teknikal, bahkan peka terhadap perbedaan social budaya dan mempunyai pengetahuan transtrutural yang luas serta mampu memanfaatkan alih IPTEK.
d.        Tuntutan profesi keperawatan
Keyakinan bahwa keperawatan merpakan profesi harus disertai dengan realisasi pemenuhan karakteristik keperawatan sebagai profesi yang disebut dengan professional (Kelly & Joel,1995). Karakteristik profesi yaitu ;
1)        Memiliki dan memperkaya tubuh pengetahuan melalui penelitian
2)        Memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang unik kepada orang lain
3)        Pendidikan yang memenuhi standar
4)        Terdapat pengendalian terhadap praktek
5)        Bertanggug jawab & bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukan
6)        Merupakan karir seumur hidup
7)        Mempunyai fungsi mandiri dan kolaborasi.
Praktek keperawatan sebagai tindakan keperawatan professional masyarakat penggunaan pengetahuan teoritik yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu keperawatan sebagai landasan untuk melakukan pengkajian, menegakkan diagnostik, menyusun perencanaan, melaksanakan asuhan keperawatan dan mengevaluasi hasil tindakan keperawatan serta mengadakan penyesuaian rencana keperawatan untuk menentukan tindakan selanjutnya. Selain memiliki kemampuan intelektual, interpersonal dan teknikal, perawat juga harus mempunyai otonomi yang berarti mandiri dan bersedia menanggung resiko, bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukannya, termasuk dalam melakukan dan mengatur dirinya sendiri.
2.         Tantangan Profesi Keperawatan
Tantangan profesi perawat di Indonesia di abad 21 ini semakin meningkat. Seiring tuntutan menjadikan profesi perawat yang di hargai profesi lain. Profesi keperawatan dihadapkan pada banyak tantangan. Tantangan ini tidak hanya dari eksternal tapi juga dari internal profesi ini sendiri. Pembenahan internal yang meliputi empat dimensi dominan yaitu; keperawatan, pelayanan keperawatan, asuhan keperawatan dan praktik keperawatan. Belum lagi tantangan eksternal berupa tuntutan akan adanya registrasi, lisensi, sertifikasi, kompetensi dan perubahan pola penyakit, peningkatan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban, perubahan system pendidikan nasional, serta perubahan-perubahan pada supra system dan pranata lain yang terkait.
Untuk menjawab tantangan-tantangan itu dibutuhkan komitmen dari semua pihak yang terkait dengan profesi ini, organisasi profesi, lembaga pendidikan keperawatan juga tidak kalah pentingnya peran serta pemerintah. Organisasi profesi dalam menentukan standarisasi kompetensi dan melakukan pembinaan, lembaga pendidikan dalam melahirkan perawat-perawat yang memiliki kualitas yang diharapkan serta pemerintah sebagai fasilitator dan memiliki peran-peran strategis lainnya dalam mewujudkan perubahan ini. Profesi memiliki beberapa karakteristik utama sebagai berikut;
a.         Suatu profesi memerlukan pendidikan lanjut dari anggotanya, demikian juga landasan dasarnya.
b.        Suatu profesi memiliki kerangka pengetahuan teoritis yang mengarah pada keterampilan, kemampuan, pada orma-norma tertentu.
c.         Suatu profesi memberikan pelayanan tertentu.
d.        Anggota dari suatu profesi memiliki otonomi untuk membuat keputusan dan melakukan tindakan.
e.         Profesi sebagai satu kesatuan memiliki kode etik untuk melakukan praktik keperawatan.
Perawat mempunyai tantangan yang sangat banyak salah satunya yaitu menjalakan tanggung jawab dan tanggung gugat yang besar. Tantangan dalam profesi keperawatan salah satunya yaitu mempunyai tanggung jawab yang tinggi, tanggung jawab tersebut tidak hanya kepada kliennya saja tetapi tanggung jawab yang diutamakan yaitu tanggung jawab terhadap Tuhannya (Responsibility to God), tanggung jawab tehadap klien dan masyarakat (Responsibility to Client and Society), dan tanggung jawab terhadap rekan sejawat dan atasan (Responsibility to Colleague and Supervisor).
Tanggung jawab secara umum, yaitu;
a.         Menghargai martabat setiap pasien dan keluargannya.
b.        Menghargai hak pasien untuk menolak pengobatan, prosedur atau obat-obatan tertentu dan melaporkan penolakan tersebut kepada dokter dan orang-orang yang tepat di tempat tersebut.
c.         Menghargai setiap hak pasien dan keluarganya dalam hal kerahasiaan informasi.
d.        Apabila didelegasikan oleh dokter menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien dan memberi informasi yang biasanya diberikan oleh dokter.
e.         Mendengarkan pasien secara seksama dan melaporkan hal-hal penting kepada orang yang tepat.
Dan tanggung gugat yang menjadi salah satu tantangan dalam profesi keperawatan didasarkan peraturan perundang-undangan yang ada. Tanggung gugat bertujua untuk : (1). Mengevaluasi praktisi-praktisi professional baru dan mengkaji ulang praktisi-praktisi yang sudaj ada, (2). Mempertahankan standart perawatan kesehatan, (3). Memberikan fasilitas refleksi professional, pemikiran etis dan pertumbuhan pribadi sebagai bagian dari professional perawatan kesehatan, (4). Memberi dasar untuk membuat keputusan etis.
Tanggung gugat pada setiap tahap proses keperawatan, meliputi:
a.         Tahap Pengkajian
1)        Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang mempunyai tujuan mengumpulkan data.
2)        Perawat bertanggung gugat untuk pengumpulan data atau informasi, mendorong partisipasi pasien dan penentuan keabsahan data yang dikumpulkan.
3)        Pada saat mengkaji perawat bertanggung gugat untuk kesenjangan-kesenjangan dalam data yang bertentangan data yang tidak atau kurang tepat atau data yang meragukan.
b.        Tahap Diagnosa Keperawatan
1)        Diagnosa merupakan keputusan professional perawat menganalisa data dan merumuskan respon pasien terhadap masalah kesehatan baik actual atau potensial.
2)        Perawat bertanggung gugat untuk keputusan yang dibuat tentang masalah-masalah kesehatan pasien seperti pernyataan diagnostic (masalah kesehatan yang timbul pada pasien apakan diakui oleh pasien atau hanya perawat)
3)        Apakah perawat mempertimbangkan nilai-nilai, keyakinan dan kebiasaan atau kebudayaan pasien pada waktu menentukan masalah-masalah kesehatan
c.         Tahap Perencanaan
1)        Perencanaan merupakan pedoman perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan, terdiri dari prioritas masalah, tujuan serta rencana kegiatan keperawatan.
2)        Tanggung gugat yang tercakup pada tahap perencanaan meliputi: penentuan prioritas, penetapan tujuan dan perencanaan kegiatan-kegiatan keperawatan.
3)        Langkah ini semua disatukan ke dalam rencana keperawatan tertulis yang tersedia bagi semua perawat yang terlibat dalam asuhan keperawatan pasien.
4)        Pada tahap ini perawat juga bertanggung gugat untuk menjamin bahwa prioritas pasien juga dipertimbangkan dalam menetapkan prioritas asuhan.
d.        Tahap Implementasi
1)        Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan dalam bentuk tindakan-tindakan keperawatan.
2)        Perawat bertanggung gugat untuk semua tindakan yang dilakukannya dalam memberikan asuhan keperawatan.
3)        Tindakan-tindakan tersebut dapat dilakukan secara langsung atau dengan bekerja sama dengan orang lain atau dapat pula didelegasikan kepada orang lain.
4)        Kegiatan keperawatan harus dicatat setelah dilaksanakan, oleh sebab itu dibuat catatan tertulis.
e.         Tahap Evaluasi
1)        Evaluasi merupakan tahap penilaian terhadap hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan, termasuk juga menilai semua tahap proses keperawatan.
2)        Perawat bertanggung gugat untuk keberhasilan atau kegagalan tindakan keperawatan.
3)        Perawat harus dapat menjelaskan mengapa tujuan pasien tidak tercapai dan tahap mana dari proses keperawatan yang perlu dirubah dan mengapa hal itu terjadi.
4)        Setiap tantangan yang meliputi tanggung jawab dan tanggung gugat mempunyai bagian masing-masing. Dapat disimpulkan bahwa menghadapi tantangan yang sangat berat tersebut, diperlukan perawat dengan sikap yang selalu dilandasi oleh kaidah etik profesi. Upaya yang paling strategik untuk dapat menghasilkan perawat pofesional melalui pendidikan keperawatan profesional.
Adapun keperawatan sebagai suatu profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.         Memberi pelayanan atau asuhan dan melakukan penelitian sesuai dengan kaidah ilmu dan ketrampilan serta kode etik keperawatan.
b.        Telah lulus dari pendidikan pada Jenjang Perguruan Tinggi (JPT) sehingga diharapkan mampu untuk :
1)        Bersikap professional,
2)        Mempunyai pengetahuan dan ketrampilan professional
3)        Memberi pelayanan asuhan keperawatan professional, dan
4)        Menggunakan etika keperawatan dalam memberi pelayanan.
c.         Mengelola ruang lingkup keperawatan berikut sesuai dengan kaidah suatu profesi dalam bidang kesehatan, yaitu:
1)        Sistem pelayanan atau asuhan keperawatan
2)        Pendidikan atau pelatihan keperawatan yang berjenjang dan berlanjut
3)        perumusan standar keperawatan (asuhan keperawatan, pendidikan keperawatan registrasi atau legislasi), dan
4)        Melakukan riset keperawatan oleh perawat pelaksana secara terencana dan terarah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.         Tantangan Pendidikan Dalam Keperawtan Profesional
a.         Kondisi Sistem Pendidikan Keperawatan di Indonesia
Pengakuan body of knowledge keperawatan di Indonesia dimulai sejak tahun 1985, yakni ketika program studi ilmu keperawatan untuk pertama kali dibuka di Fakultas Kedokteran UI. Dengan telah diakuinya body of knowledge tersebut maka pada saat ini pekerjaan profesi keperawatan tidak lagi dianggap sebagai suatu okupasi, melainkan suatu profesi yang kedudukannya sejajar dengan profesi lain di Indonesia. Tahun 1984 dikembangkan kurikulum untuk mempersiapkan perawat menjadi pekerja profesional, pengajar, manajer, dan peneliti. Kurikulum ini diimplementasikan tahun 1985 sebagai Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tahun 1995 program studi itu mandiri sebagai Fakultas Ilmu Keperawatan, lulusannya disebut ners atau perawat profesional. Program Pascasarjana Keperawatan dimulai tahun 1999. Kini sudah ada Program Magister Keperawatan dan Program Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, Komunitas, Maternitas, Anak Dan Jiwa.
Sejak tahun 2000 terjadi euphoria Pendirian Institusi Keperawatan baik itu tingkat Diploma III (akademi keperawatan) maupun Strata I. Pertumbuhan institusi keperawatan di Indonesia menjadi tidak terkendali. Seperti jamur di musim kemarau. Artinya di masa sulitnya lapangan kerja, proses produksi tenaga perawat justru meningkat pesat. Parahnya lagi, fakta dilapangan menunjukkan penyelenggara pendidikan tinggi keperawatan berasal dari pelaku bisnis murni dan dari profesi non keperawatan, sehingga pemahaman tentang hakikat profesi keperawatan dan arah pengembangan perguruan tinggi keperawatan kurang dipahami. Belum lagi sarana prasarana cenderung untuk dipaksakan, kalaupun ada sangat terbatas (Yusuf, 2006). Saat ini di Indonesia berdiri 32 buah Politeknik kesehatan dan 598 Akademi Perawat yang berstatus milik daerah,ABRI dan swasta (DAS) yang telah menghasilkan lulusan sekitar 20.000 – 23.000 lulusan tenaga keperawatan setiap tahunnya. Apabila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan untuk menunjang Indonesia sehat 2010 sebanyak 6.130 orang setiap tahun, maka akan terjadi surplus tenaga perawat sekitar 16.670 setiap tahunnya. (Sugiharto, 2005).
Salah satu tantangan terberat adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga keperawatan yang walaupun secara kuantitas merupakan jumlah tenaga kesehatan terbanyak dan terlama kontak dengan pasien, namun secara kualitas masih jauh dari harapan masyarakat. Indikator makronya adalah rata-rata tingkat pendidikan formal perawat yang bekerja di unit pelayanan kesehatan (rumah sakit/puskesmas) hanyalah tamatan SPK (sederajat SMA/SMU). Berangkat dari kondisi tersebut, maka dalam kurun waktu 1990-2000 dengan bantuan dana dari World Bank, melalui program “health project” (HP V) dibukalah kelas khusus D III keperawatan hampir di setiap kabupaten. Selain itu bank dunia juga memberikan bantuan untu peningkatan kualitas guru dan dosen melalui program “GUDOSEN”. Program tersebut merupakan suatu percepatan untuk meng-upgrade tingkat pendidikan perawat dari rata-rata hanya berlatar belakang pendidikan SPK menjadi Diploma III (Institusi keperawatan). Tujuan lain dari program ini diharapkan bisa memperkecil gap antara perawat dan dokter sehingga perawat tidak lagi menjadi perpanjangan tangan dokter (Prolonged physicians arms) tapi sudah bisa menjadi mitra kerja dalam pemberian pelayanan kesehatan(Yusuf, 2006).
Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan sisitem pendidikan keperawatan di Indonesia adalah UU no. 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, Peraturan pemerintah no. 60 tahun 1999 tentang pendidikan tinggi dan keputusan Mendiknas no. 0686 tahun 1991 tentang Pedoman Pendirian Pendidikan Tinggi (Munadi, 2006). Pengembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan yang bemutu merupakan cara untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang profesional dan memenuhi standar global. Hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu lulusan pendidikan keperawatan menurut Yusuf (2006) dan Muhammad (2005) adalah :
1)        Standarisasi jenjang, kualitas/mutu, kurikulum dari institusi pada pendidikan.
2)        Merubah bahasa pengantar dalam pendidikan keperawatan dengan menggunakan bahasa inggris. Semua Dosen dan staf pengajar di institusi pendidikan keperawatan harus mampu berbahasa inggris secara aktif
3)        Menutup institusi keperawatan yang tidak berkualitas
4)        institusi harus dipimpin oleh seorang dengan latar belakang pendidikan  keperawatan
5)        Pengelola insttusi hendaknya memberikan warna tersendiri dalam institusi dalam bentuk muatan lokal,misalnya emergency Nursing, pediatric nursing, coronary nursing.
6)        Standarisasi kurikulum dan evaluasi bertahan terhadap staf pengajar di insitusi pendidikan keperawatan
7)        Departemen Pendidikan, Departemen Kesehatan, dan Organisasi profesi serta sector lain yang terlibat mulai dari proses perizinan juga memiliki tanggung jawab moril untuk melakukan pembinaan.
4.         Pro Dan Kontra Mengenai Home Care Di Indonesia
Di awal perjalanannya home care nursing sesungguhnya merupakan bentuk pelayanan yang sangat sederhana, yaitu kunjungan perawat kepada pasien tua atau lemah yang tidak mampu berjalan menuju rumah sakit atau yang tidak memiliki biaya untuk membayar dokter di rumah sakit atau yang tidak memiliki akses kepada pelayanan kesehatan karena strata sosial yang dimilikinya. Pelaksanaannya juga merupakan inisiatif pemuka agama yang care terhadap merebaknya kasus gangguan kesehatan. Perawat yang melakukannya dikenal dengan istilah perawat kunjung (visiting nurse). Bentuk intervensi yang diberikan berupa kuratif dan rehabilitatif.
Pada saat klien dan keluarga memutuskan untuk menggunakan sistem pelayanan keperawatan dirumah (home care nursing), maka klien dan keluarga berharap mendapatkan sesuatu yang tidak didapatkannya dari pelayanan keperawatan dirumah sakit adapun klien dan keluarga memutuskan untuk tidak menggunakan sistem ini, mungkin saja ada pertimbangan-pertimbangan yang menjadikan home care bukan pilihan yang tepat. Dibawah ini terdapat tentang pro dan kontra home care di Indonesia.
Pro home care berpendapat : home care memberikan perasaan aman karena berada dilingkungan yang dikenal oleh klien dan keluarga, sedangkan bila di rumah sakit klien akan merasa asing dan perlu adaptasi. home care merupakan satu cara dimana perawatan 24 jam dapat diberikan secara focus pada satu klien, sedangkan dirumah sakit perawatan terbagi pada beberapa pasien. home care memberi keyakinan akan mutu pelayanan keperawatan bagi klien, dimana pelayanan keperawatan dapat diberikan secara komprehensif (biopsikososiospiritual). home care menjaga privacy klien dan keluarga, dimana semua tindakan yang berikan hanya keluarga dan tim kesehatan yang tahu. home care memberikan pelayanan keperawatan dengan biaya relatif lebih rendah daripada biaya pelayanan kesehatan dirumah sakit. home care memberikan kemudahan kepada keluarga dan care giver dalam memonitor kebiasaan klien seperti makan, minum, dan pola tidur dimana berguna memahami perubahan pola dan perawatan klien. home care memberikan perasaan tenang dalam pikiran, dimana keluarga dapat sambil melakukan kegiatan lain dengan tidak meninggalkan klien. home care memberikan pelayanan yang lebih efisien dibandingkan dengan pelayanan dirumah sakit, dimana pasien dengan komplikasi dapat diberikan pelayanan sekaligus dalam home care. pelayanan home care lebih memastikan keberhasilan pendidikan kesehatan yang diberikan, perawat dapat memberi penguatan atau perbaikan dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan keluarga.
Kontra home care berpendapat : home care tidak termanaged dengan baik, contohnya jika menggunakan agency yang belum ada hubungannya dengan tim kesehatan lain seperti : dokter spesialis. Petugas laboratorium. Petugas ahli gizi. Petugas fisioterafi. Psikolog dan lain-lain. home care membutuhkan dana yang tidak sedikit jika dibandingkan dengan menggunakan tenaga kesehatan secara individu. klien home care membutuhkan waktu yang relatif lebih banyak untuk mencapai unit-unit yang terdapat dirumah sakit, misalnya : Unit diagnostik rontgen Unit diagnostik CT scan. Unit diagnostik MRI. Laboratorium dan lain-lain. pelayanan home care tidak dapat diberikan pada klien dengan tingkat ketergantungan total, misalnya: klien dengan koma. tingkat keterlibatan anggota keluarga rendah dalam kegiatan perawatan, dimana keluarga merasa bahwa semua kebutuhan klien sudah dapat terlayani dengan adanya home care. pelayanan home care memiliki keterbatasan fasilitas emergency, misalnya : fasilitas resusitasi fasilitas defibrilator jika tidak berhasil, pelayanan home care berdampak tingginya tingkat ketergantungan klien dan keluarga pada perawat Pro Dan Kontra Home Care Di Indonesia.
Pro berpendapat : 1. home care memberikan perasaan aman. 2. home care memberikan pelayanan focus. 3. home care memberikan keyakinan akan mutu pelayanan. 4. menjaga privasi klien dan keluarga. 5. home care lebih hemat. 6. memberikan kemudahan dalam memonitor. 7. home care memberikan rasa tenang kepada keluarga. 8. home care lebih efisien. 9. lebih berhasil dalam pendidikan kesehatan.
Kontra berpendapat : 1. home care tidak termanaged dengan baik. 2. home care lebih mahal. 3. membutuhkan waktu lebih banyak untuk mencapai unit penunjang yang ada dirumah sakit. 4. tidak bisa pada klien dengan ketergantungan total. 5. tingkat keterlibatan keluarga rendah. 6. memiliki keterbatasan fasilitas. 7. tingkat ketergantungan tinggi.

E.       Rangkuman
Salah satu tantangan terberat adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga keperawatan yang walaupun secara kuantitas merupakan jumlah tenaga kesehatan terbanyak dan terlama kontak dengan pasien, namun secara kualitas masih jauh dari harapan masyarakat. Di awal perjalanannya home care nursing sesungguhnya merupakan bentuk pelayanan yang sangat sederhana, yaitu kunjungan perawat kepada pasien tua atau lemah yang tidak mampu berjalan menuju rumah sakit atau yang tidak memiliki biaya untuk membayar dokter di rumah sakit atau yang tidak memiliki akses kepada pelayanan kesehatan karena strata sosial yang dimilikinya. Pelaksanaannya juga merupakan inisiatif pemuka agama yang care terhadap merebaknya kasus gangguan kesehatan. Perawat yang melakukannya dikenal dengan istilah perawat kunjung (visiting nurse). Bentuk intervensi yang diberikan berupa kuratif dan rehabilitatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar